BUDAYA KALIMANTAN SELATAN

BUDAYA DAERAH KALIMANTAN SELATAN

Provinsi Kalimantan Selatan dengan Ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah Selatan Pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Batas-batas wilayahnya di sebelah Barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah Timur dengan Selat Makassar, sebelah Selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah Utara dengan Provinsi Kalimantan Timur.
Saat ini secara administrasi wilayah Provinsi Kalimantan Selatan terdiri dari 11 Kabupaten dan 2 kota yaitu Kabupaten Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Tanah Bumbu, dan Balangan serta Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru. 

Daerah ini memiliki kawasan rawa-rawa yang luas, sekitar satu juta hektar, termasuk di dalamnya 200 ribu hektar kawasan rawa-rawa pasang surut (air asin) dan 500.000 kawasan rawa-rawa air tawar.
Dari sisi budaya, Kalimantan Selatan merupakan pusat kebudayaan Masyarakat Banjar. Rumah adat Banjar yang 'paling asli' dengan bentuk atapnya yang tinggi masih dapat dijumpai di Kota Marabahan di tepi Sungai Barito, sekitar 50 km Utara Banjarmasin.

Kelompok-kelompok masyarakat Dayak di Kalimantan Selatan dapat ditemui di kawasan pegunungan di bagian Timur Laut provinsi ini. Mereka disebut-sebut sebagai keturunan asli suku Banjar yrang berasal dari sekitar kawasan Sungai Barito namun kemudian pindah ke wilayah pegunungan menyusul masuknya Agama Islam ke wilayah itu pada abad ke 15 dan 16.

Sejarah
Pemerintahan di Kalimantan Selatan diperkirakan dimulai ketika berdiri Kerajaan Tanjung Puri sekitar abad 5 - 6 Masehi. Kerajaan ini letaknya cukup strategis yaitu di kaki pegunungan Meratus dan di tepi sungai besar sehingga di kemudian hari menjadi bandar yang cukup maju. 

Kerajaan Tanjung Puri bisa juga disebut Kerajaan Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai wadah pertama hibridasi, yaitu percampuran antar suku dengan segala komponennya. Setelah itu berdiri kerajaan Negara Dipa yang dibangun perantau dari Jawa.

Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan Dipa ini.
Untuk menyelamatkan, dinasti baru Pimpinan Maharaja Sari Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari kehancurar total bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama Negara Daha dengan Raja sebagai pemimpin utama.

Negara Daha pada akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara, selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara tersebut.

Pemimpin utama para patih bernama Masih, sementara tempat tinggal para Masih dinamakan Bandarmasih. Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih Masih tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN yang berasal dari kata BANDARMASIH.Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan 

Kerajaan Banjarmasin berkernbang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan Keraton Banjar tahan 1612 oleh para Raja Banjarmasin saat itu Panembahan Marhurn, pusat Kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang dikenal Kota Martapura.
Awal abad 19 Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu Alexander Hare. Namun kekuasaannya tidak lama. karena Belanda kembali.

Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagah berani. la wafat pada 11 Oktober 1862, kemudian anak cucunya membentuk Pegustiam sebagai lanjutan Kerajaan Banjarmasin.







Sumber : Buku Informasi Pariwisata Nusantara Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia